Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ada
dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum
yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang
dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan
dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok. Kepala
mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga
bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu
tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR . Muslim]
Percayakah anda bahwa “jilbab” kini bisa
jadi senjata, juga bagian dari ghazwul fikri (perang pemikiran)? mungkin
bagi sebagian kita akan mempertanyakan bagaimana mungkin? bukannya
ghazwul fikri itu justru menjerumuskan wanita agar tidak menutup aurat ?
Tapi jangan salah, coba saja anda
perhatikan layar televisi akhir-akhir ini. menjelang Bulan Ramadhan
sudah bertaburan sinetron-sinetron yang bermodalkan akting “jilbab” dan
kalimat “Assalamu’alaikum..” seolah-olah tontonan yang Islami, tapi inti
jalan ceritanya tiada lain tiada bukan justru merusak generasi muda
Islam.
“Berjilbab” tapi pacaran, “berjilbab”
tapi berikhtilat dengan lawan jenis, jalan berduaan, pegang-pegangan
tangan, saling berpandangan dan segudang budaya rusak anak pacaran yang
sekali lagi merupakan budaya yang bersebrangan dengan nlai-nilai Islam,
bahkan menghancurkan generasi Islam.
Ikon “jilbab” dan untaian
“Assalamu’alaikum..” hanya jadi kedok untuk membungkus isi tayangan yang
sebenarnya rusak seolah layak untuk ditonton karena bernuansa “Islami”.
Lebih parahnya lagi, ada sinetron yang
para pelakonnya beragama Nasrani/Non Muslim malah berperan sebagai
pemuda muslim dan pemudi muslimah dengan mengenakan koko, peci serta
berjilbab. Sableng!
Yang perlu menjadi perhatian kita, jangan
kita mudah memberikan rasa peduli dan dukungan terhadap “sesuatu yang
berjilbab” dengan alasan Syi’ar.
Kalau konteks jilbab seperti sebagaimana
yang disebutkan diatas, apa faedahnya? apa manfaatnya? toh yang ada
justru secara tidak langsung melecehkan syariat dan tata cara berjilbab
yang syar’i. Secara tidak langsung juga mengajarkan kepada generasi muda
yang berjilbab khususnya, bahwa dengan berjilbab kita masih tetap bisa
pacaran, masih tetap bisa gaul bareng temen-temen cowok, masih bisa
tebar pandangan bahkan di areal masjid sepulang sholat terawih.
Begitupun dalam konteks Fatin Shidqia
Lubis dengan acara X-Factor-nya, jangan hanya karena berjilbab justru
semakin didukung untuk kontes biduan semacam itu. Apa makna yang ingin
digapai? syi’ar-kah? syi’ar versi apa jika dikombinasikan dengan event
dan lingkungan karir semacam itu? bagaimana jika dukungan terhadap Fatin
justru membuat pola fikir remaja muslimah yang berjilbab jadi
“kepingin” ikut-ikutan jadi biduan seperti Fatin yang bahkan dapat
dukungan dari MUI? Remaja muslimah seolah secara tidak sadar dibredeli
nilai-nilai jilbabnya. Berjilbab tapi berlenggak-lenggok dipanggung,
berjilbab tapi mendayu-dayu diatas panggung.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ada
dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum
yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang
dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan
dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok. Kepala
mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga
bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu
tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR . Muslim]
Dalam kasus Fatin dengan acara
X-Factornya yang mendapat dukungan dari MUI hanya lantaran berjilbab,
jujur memang saya pribadi penulis belum pernah menonton sama sekali
acara tersebut. Bahkan penampilan Fatin seperti apa di panggung X-factor
saya tidak tahu. Tapi, kalau memang alasan syi’ar, tolong jawab
pertanyaan saya, lagu apa yang Fatin nyanyikan diatas panggung X-factor?
lagu-lagu bernuansa “da’wah”-kah?? atau lagu-lagu percintaan model
anak-anak alay (norak) zaman sekarang? lalu dimana letak “syi’ar-nya”??
Menurut penulis, didalam menyikapi kasus
Fatin Shidqia Lubis di acara X-Factor tersebut, seharusnya MUI bukan
malah memberi dukungan, tapi memberi nasehat yang intinya seperti ini:
“Nak, ajang nyanyi-nyanyi seperti ini bukan budaya kita sebagai umat Islam, terlebih kondisi adik yang berjilbab, Di habitat seperti ini bertaburan syubhat dan maksiat yang mengelilingi, engkau adalah wanita, yang rapuh dan mudah terbawa perasaan bahkan tidak menutup kemungkinan engkau terjerumus dan terbawa arus maksiat yang besar di tempat ini. Lebih baik, carilah jalan lain yang dapat semakin mendekatkanmu pada Allah, yang dapat benar-benar membentukmu dan menjadikanmu seorang Muslimah yang penuh cinta kepada Allah, dan Allah-pun cinta kepadamu. Yang dapat menjadikanmu perhiasan yang paling berharga di dunia ini, yang memuliakanmu sebagai wanita yang sesungguhnya, menjadikanmu wanita yang sholehah. Tinggalkan lingkungan semacam ini yang hanya membahayakan akhlak dan agamamu, karena kemuliaan dirimu bersama agamamu, sungguh takkan dapat kau tukar dengan apapun. Apalagi hanya sebatas gemerlapnya popularitas dan limpahan materi yang berlimpah.
“Nak, ajang nyanyi-nyanyi seperti ini bukan budaya kita sebagai umat Islam, terlebih kondisi adik yang berjilbab, Di habitat seperti ini bertaburan syubhat dan maksiat yang mengelilingi, engkau adalah wanita, yang rapuh dan mudah terbawa perasaan bahkan tidak menutup kemungkinan engkau terjerumus dan terbawa arus maksiat yang besar di tempat ini. Lebih baik, carilah jalan lain yang dapat semakin mendekatkanmu pada Allah, yang dapat benar-benar membentukmu dan menjadikanmu seorang Muslimah yang penuh cinta kepada Allah, dan Allah-pun cinta kepadamu. Yang dapat menjadikanmu perhiasan yang paling berharga di dunia ini, yang memuliakanmu sebagai wanita yang sesungguhnya, menjadikanmu wanita yang sholehah. Tinggalkan lingkungan semacam ini yang hanya membahayakan akhlak dan agamamu, karena kemuliaan dirimu bersama agamamu, sungguh takkan dapat kau tukar dengan apapun. Apalagi hanya sebatas gemerlapnya popularitas dan limpahan materi yang berlimpah.
Bahkan kabar terakhir menyebutkan, bahwa
ternyata MUI menyesali sikap fatin yang dulu pernah didukung oleh MUI,
kin malah turut mendukung terselenggaranya acara kontes Miss World di
Indonesia, yang padahal umat Islam bahkan MUI tengah bersusah payah
berjuang agar kontes Miss World di Indonesia tidak dilaksanakan karena
menodai citra Indonesia khususnya kaum muslimin yang merupakan mayoritas
di negeri ini.
Ini menunjukkan, sang ikon jilbab yang
dulu didukung terus untuk berkiprah di tempat karir yang rusak seperti
itu, telah benar-benar cepat atau lambat tak mampu menghalau derasnya
gelombang maksiat dan pola pikir yang ada di habitatnya tempat ia
memulai karir dan popularitasnya.
Kedepan, semoga kita semakin berhati-hati
didalam menyikapi persoalan sosial yang timbul ditengah-tengan
masyarakat. Bukan hanya berdasarkan tampilan, perasaan baik, dan
semangat yang menggebu tanpa dituntun dengan dalil. tapi timbanglah
kesemua itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan As-sunnah yang Shahih
dengan pemahaman Salafush shalih. Agar kita tidak terjebak akan
propaganda musuh-musuh Islam didalam merusak moral generasi Islam dengan
cara-cara halus, yang bahkan mungkin kita tidak menyadarinya hanya
karena kita terlupa karena menilai sesuatu berdasarkan semangat dan
perasaan kita saja..
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
تركت فيكم أمرين ، لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما : كتاب الله وسنتي
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku” (HR. Malik dengan Sanad Hasan)
خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik generasi adalah generasi saat aku diutus di dalamnya, kemudian generasi setelah mereka, kemudian generasi setelah mereka”
Dan yang paling mendesak memang, umat
islam khususnya di indonesia sangat butuh media televisi yang
benar-benar dapat membentuk kepribadiannya menjadi seorang muslim yang
sebenarnya, pribadi muslim yang taqwa, yang bertauhid, cinta akan sunnah
dan cinta akan nilai-nilai Islam untuk diterapkan dalam kehidupannya.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan kepada ummat ini
untuk dapat mewujudkan itu semua.
Wallahu A’lam Bish Showab.
0 komentar:
Posting Komentar