Spekulasi panjang mengenai kondisi kesehatan Freddie Mercury berakhir
dengan kesimpulan dramatis. Dalam waktu 24 jam setelah pengakuan terbuka
bahwa dirinya mengidap AIDS, Freddie meninggal dunia akibat bronchial
pneumonia yang tidak mampu diatasi oleh sistem kekebalannya yang telah
lumpuh. Tragis, Freddie wafat saat karirnya bersama Queen sedang berada
di puncak. Kendati begitu, karya-karyanya tetap menjaga ‘nyawa’ Freddie
Mercury hingga kini.
November 1989, tabloid The Sun memancing reaksi dengan memasang headline
‘Resmi Sudah! Freddie Sakit Keras’. Judul itu ditulis karena Freddie
mengasingkan diri di rumahnya yang berada di Kensington, London.
”Freddie baik-baik saja dan dipastikan tidak mengidap AIDS, saya rasa
gaya hidup rock n’ roll-nya yang liar telah mempengaruhi kondisinya,”
dengan simpatik, Bryan May, gitaris Queen, menanggapi. Lebih jauh di
bulan yang sama, sang vokalis ‘tertangkap’ The Sun sedang meninggalkan
ruang praktik dokter F. Gordon Atkinson di Harley Street. ”Tampak Lelah
dan Kurus,” demikian tajuknya saat itu. ”Selama empat bulan dia
mengerjakan album baru tanpa istirahat. Dia hanya kelelahan,” lagi-lagi
juru bicara Queen menyangkal.
Setelah terlalu lama ditutup-tutupi, pada 22 November 1991 manager dan
personil Queen memutuskan untuk mengumumkan keadaan Freddie yang
sesungguhnya. Sabtu, 23 November 1991 manager Jim Beach mengungkapkan
rasa prihatinannya terhadap keadaan Freddie yang sudah mendekati ajal.
Ia berharap para penggemar mengerti tentang kondisi ini. Freddie sendiri
akhirnya buka mulut, ”Setelah banyak spekulasi di media massa, saya
ingin mengkonfirmasikan bahwa saya mengidap HIV positif dan AIDS. Saya
rasa tindakan yang tepat untuk menyimpan informasi ini hingga sekarang,
demi melindungi privasi orang-orang yang berada di sekitar saya,“
demikian ucap Freddie. Sehari setelah pernyataan resminya itu, 24
November 1991, Freddie meninggal dunia di rumahnya yang mewah di Logan
Place, Kensington..
Kehidupan Freddie yang bergelimang uang menjadikannya pribadi yang
dikenal sering berganti-ganti pasangan. Semasa hidupnya, Freddie
memiliki pacar bernama Mary Austin. Namun ia juga tak menutupi bahwa
dirinya adalah seorang homoseksual. Jim Hutton, seorang penata rambut
terkenal, adalah pelabuhan cinta terakhir Freddie. Hutton hidup dengan
Freddie selama enam tahun, merawat Freddie saat sakit serta
mendampinginya hingga akhir hidupnya. Hutton menjadi satu-satunya saksi
ketika Freddie mulai buta, tubuhnya lemah hingga tak mampu lagi bangun
dari tempat tidur.
Sebagai seorang Parsi, pemakaman Freddie dilakukan dengan tradisi
Zoroastrian. Jenazahnya dikremasi di West London Cemetery di Kensal
Green. Pemakamannya yang tertutup, hanya diikuti oleh orangtua dan
teman-teman dekat Freddie, mereka adalah Brian May, Roger Taylor, John
Deacon, Elton John, dan Dave Clark, mantan drumer dan leader The Dave
Clark Five. Pemakaman itu dipimpin seorang pendeta Zoroastrian yang
menyanyikan lagu kuno dari kepercayaan tersebut, Zuluwest Lion. Musik
dari diva Spanyol, Montserrat Caballe juga dimainkan selama upacara
tersebut. Hingga kini tak ada yang tahu di mana abunya disimpan.
“Freddie adalah misteri, tak seorang pun benar-benar tahu dari mana dia
berasal,” tutur Brian May.
Kematian Freddie Mercury, yang lahir dengan nama Farrokh Bulsara tahun
1964, banyak memberi inspirasi tajuk utama di media tabloid Inggris,
semuanya bernada simpatik terhadap rocker flamboyan itu. Sebuah papan
iklan didirikan untuk menghormatinya di atas Hammersmith Odeon. Papan
itu menggambarkan kejayaan Queen pada masa lalu. Para pengendara taksi
di dekat rumah Freddie mengedipkan lampu taksi mereka sebagai
penghormatan dan menolak menaikkan penumpang.
Saat menerima Brits Award untuk singel terbaik sepanjang tahun 1991,
”These Are The Days Of Our Lives”, dalam acara British Music Industry
Rock And Pop Awards pada 12 Febuari 1992. Roger Taylor mengumumkan akan
digelarnya sebuah konser bertajuk The Freddie Mercury Tribute Concert
for AIDS Awareness di Wembley stadium tanggal 20 April. Selain untuk
mengenang Freddie, konser itu juga untuk meningkatkan kesadaran publik
akan bahaya HIV/AIDS dan mendukung program pencegahan penularan HIV yang
diusung organisasi nirlaba, The Mercury Phoenix Trust. Konser ini
disebut-sebut bakal menyaingi Live Aid, konser amal yang diprakarsai Bob
Geldof pada tahun 1984. Benar saja, 72.000 penggemar fanatik Queen dari
seluruh dunia langsung ‘menyikat’ habis tiket yang disediakan. Cukup
masuk akal mengingat sejumlah besar musisi rock jempolan tampil disana,
diantaranya Robert Plant, Roger Daltrey, Extreme, Elton John, Metallica,
David Bowie, Annie Lennox, Tony Iommi, Guns N’ Roses, Elizabeth Taylor,
George Michael, Def Leppard dan Liza Minnelli. Konser itu sendiri
disiarkan secara langsung ke 76 negara dan disaksikan sebanyak 1 milyar
pasang mata. Hasilnya, 10 juta poundsterling berhasil dikumpulkan dalam
konser ini. Ini adalah tribute concert terbesar dalam sejarah musik
rock.
Penghargaan bagi Freddie ternyata tak hanya sampai disitu, sebuah patung
di Montreux, Swiss dibuat oleh Irena Sedlecka. Patung setinggi 3 meter
yang menghadap Lake Geneva itu diresmikan oleh ayah Freddie, Bomi
Bulsara bersama diva Spanyol Montserrat Caballe pada 26 November 1996.
Dan sejak 2003, fans dari seluruh penjuru dunia berkumpul setiap tahun
di Swiss menghadiri Freddie Mercury Montreux Memorial Day. Kini setelah
18 tahun Freddie meninggalkan hingar bingar panggung rock n’ roll untuk
selamanya. Kiprah dan jasa Freddie pun diabadikan oleh rakyat Feltham,
kota kecil di pinggir London. Feltham adalah rumah pertama Freddie di
Inggris setelah ia tiba dari Zanzibar. Sebuah prasasti untuk Freddie
diresmikan pada Selasa, 24 November 2009 lalu. Pengukuhan prasasti
dilakukan oleh ibunya yang berusia 87 tahun, Jer Bulsara, dan sahabat
Freddie yang juga gitaris Queen, Brian May, yang juga besar di Feltham.
Prasasti berupa pualam putih itu dibangun di sebuah pusat perbelanjaan.
”Kita mengira jasa Freddie cuma dikenang sesaat, tetapi ternyata
berkesinambungan dan dunia ikut menikmatinya,” ujar Jer Bulsara.
0 komentar:
Posting Komentar